2014/10/17

100 BUKU BISNIS TERBAIK SEPANJANG MASA
Unknown12.02 0 komentar

buku 100 Buku Bisnis Terbaik Sepanjang Masa karya Jack Covert dan Todd Sattersten berupaya menyajikan ide-ide terbaik tentang formulasi bisnis dan strategi dalam menghadapi pasar meskipun ada juga yang bersifat umum. Secara substansi, Jack dan Todd mencantumkan 100 buah resensi buku-buku bisnis yang dibuat secara bergantian oleh mereka. Pada mulanya resensi-resensi penulis secara berkala dikonsumsi terbatas oleh para pengambil kebijakan di beberapa perusahaan, semacam executive summary.

Resensi-resensi ini merupakan resensi atas buku-buku yang telah diklasifikasikan sebagai bukubuku terbaik dengan memperhatikan ide, inovasi, kesesuaian dengan bisnis, serta manfaat yang didapat dari buku itu untuk keperluan bisnis kita. Di dalamnya termasuk resensi atas buku-buku fenomenal semisal The 7 Habits of Highly Effective People,GettingThings Done, Who Says Elephants Can’t Dance?, serta Emotional Intelligence.

Seratus buah resensi itu kemudian dikategorisasikan ke dalam 12 tema berbeda yang secara lebih spesifik mewakili permasalahan utama di dalam menjalankan bisnis. Kategorisasi ini tidak hanya membahas lingkup teknis berbisnis, tetapi membahas pula faktor-faktor lain yang juga penting. Sebagai contoh, di awal pembahasan justru kita akan mendapatkan resensi-resensi buku bisnis yang lebih berkisah mengenai jati diri serta tujuan hidup, bagaimana hal itu sangat berpengaruh terhadap langkah yang kita ambil, serta apa pengaruhnya terhadap orang lain di sekitar kita?

Berdasarkan pembagian 12 tema yang dilakukan Jack dan Todd, setiap pembaca akan mendapatkan gambaran umum yang biasanya dihadapi di dalam menjalankan bisnis. Mulai dari jati diri, tujuan, hingga masalah-masalah yang berkaitan dengan ide dan inovasi. Selain itu, ketika pembaca menghadapi masalah yang lebih spesifik, pembaca dapat dengan mudah mencari referensi buku yang patut dibaca sesuai dengan tema permasalahan yang sedang dihadapi.

Salah satu hal yang menarik dari buku ini adalah bahwa buku-buku yang diresensi ternyata tidak melulu mengenai buku bisnis murni. Misalnya saja buku What Should I Do with My Life karya PO Bronson (halaman 44). Bukannya bercerita tentang teknik ataupun strategi bisnis, buku ini justru berisi tentang kisah Bronson dalam menjawab pertanyaan universal yang dilontarkannya sendiri ketika berada di dalam masa sulit: ”Apa yang harus kulakukan dengan hidupku?” Contoh lain, buku The Goal karya Eliyahu M Goldratt dan Jeff Cox (halaman 246) yang justru adalah sebuah novel––sebuah kasus yang cukup unik untuk sebuah tipe buku bisnis. The Goal mengangkat kisah fiktif tentang perjuangan sebuah perusahaan untuk menyelamatkan sebuah divisi yang gagal. Kedua buku ini adalah contoh yang menggambarkan betapa buku ini memiliki keragaman isi serta susunan yang dinamis sehingga membuat pembaca akan antusias untuk membuka lembaran-lembaran berikutnya.

Setali tiga uang, membaca buku ini memberi kita keuntungan yang berlipat ganda. Kita tidak perlu bersibuk diri untuk mencari buku-buku bisnis satu per satu yang sesuai dengan masalah bisnis yang kita temui. Buku 100 Buku Bisnis Terbaik Sepanjang Masa menyediakan 100 buah pilihan buku dengan pembahasan masalah yang berbeda-beda. Buku ini seolah-olah adalah ”kamus” buku-buku bisnis yang mengarahkan kita sehingga dapat menghemat waktu, biaya, serta tenaga sebelum mencari buku yang sesuai. Meskipun begitu, fakta bahwa apa yang tertulis di dalam buku ini adalah kumpulan tulisan yang dibuat Jack dan Todd dan bukan tulisan langsung dari pengarang- pengarang buku yang bersangkutan, membuat kita harus sedikit lebih cermat jika ingin membeli salah satu buku yang tercantum di dalam buku ini. Karena walau bagaimanapun, apa yang ditulis oleh Jack dan Todd adalah pendapat mereka sendiri, bukan pendapat langsung dari pengarang. Selain itu, secara teknis buku ini memiliki kekurangan dengan adanya kutipankutipan kalimat yang tidak dicantumkan nama pembuatnya. Agaknya hal ini sedikit riskan, terlebih jika kutipan-kutipan tersebut ditujukan sebagai ide utama pada setiap resensi di dalam buku itu. Namun, bukan berati kutipan tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali, bahkan hal ini menjadi sarana penekanan makna yang terkandung pada setiap buku yang diresensi.


BAYU ALFIANUR ( Founder B.T.C Blogspot.com ) dan Komunitas Blogger Asean

Majalah Bloomberg Businessweek Indonesia: Republik Domain
Unknown11.21 0 komentar

Jaringan bisnis domain mirip struktur pemerintahan sebuah negara. Perputaran uangnya pun cukup besar. Akan tetapi, para pemainnya dituntut punya strategi jitu untuk memenangkan persaingan pasar.

Menakar Jejaring Bisnis Domain

Bloomberg Businessweek Indonesia: Menakar Jejaring Bisnis Domain

Agus Tjandra, Chief Executive Officer PT Agnaprosperindo Abadi, segera menyadari bahwa layanan PasarKredit yang dibangunnya pada 2008 kurang diterima pasar. Sebab, walau benar mendapatkan melalui fasilitas kredit, orang Indonesia merasa gengsi jika mengaku membeli dan membayar barang secara mencicil. Itu sebabnya, toko online berkonsep cicilan pertama di dunia— menurut Museum Rekor Indonesia—tersebut sepi pembeli.
Sebagai entrepreneur, Agus tak lantas menyerah. Pria kelahiran Palembang, 22 Agustus 1974 itu tetap yakin konsep yang ditawarkannya sudah tepat, hanya saja perlu pendalaman strategi. Setelah mencari kekurangan demi kekurangan mereknya, akhirnya ia menemukan satu kesalahan. “Ternyata kesalahannya ada di merek itu sendiri,” ungkapnya kepada Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta, Senin pekan lalu. “Orang tidak mau membeli barang di PasarKredit karena takut ketahuan kalau dia mendapatkannya secara kredit.”
Karena itu, pada 2010 Agus mengubah nama toko online-nya dari semula PasarKredit menjadi Lojai (dalam bahasa Portugis berarti toko). Nah, ada kejadian menarik dari proses rebranding tersebut. Meski mereknya berubah, Agus berkeras tak mau berpaling dari domain .com. Ia menyatakan tak perlu berpikir panjang untuk memilih alamat internetnya itu. Pasalnya, .com lebih populer ketimbang .co.id. Domain .com juga lebih simpel diucapkan dan diingat daripada domain-domain lainnya.

Aset Terpendam Jasa Katering

Bloomberg Businessweek Indonesia: Aset Terpendam Jasa Katering
Investor yang memiliki saham PT Cardig Aero Services Tbk. dalam sebulan terakhir boleh tersenyum lebar. Wajar saja, sebab selama kurun waktu tersebut, saham emiten dengan kode CASS ini sudah melonjak hingga 20%. Saham perseroan bahkan sempat menyentuh level tertinggi Rp1.110 pada perdagangan 21 Februari.
Meroketnya saham Cardig Aero selama beberapa waktu terakhir cukup dapat dimengerti. Pasalnya, pada 20 Februari, perusahaan asal Singapura, Singapore Airport Terminal Services (SATS) membeli 41,65% saham perseroan senilai Rp1,1 triliun. SATS membeli saham tersebut dari Puncak Cemerlang B.V. dan Bintang Nusantara Limited, perusahaan pengelola dana private equity.
“Kami mengetahui pembelian saham tersebut setelah transaksi sudah selesai. Sekarang, susunan pemegang saham Cardig Aero adalah Cardig Group 43,25%, SATS 41,65%, dan publik 15%,” ujar Direktur Corporate Affairs Cardig Aero Widianawati D. Adhiningrat kepada Bloomberg Businessweek Indonesia, Selasa (25/2).

Dolar Dari Bisnis Foto Satelit

Bloomberg Businessweek Indonesia: Dolar Dari Bisnis Foto Satelit
Pencitraan satelit komersial didominasi oleh dua pemain besar, DigitalGlobe dan Airbus Defence & Space. Keduanya menggunakan segelintir satelit yang mengorbit bumi untuk membentuk arsip foto yang kemudian dijual ke konsumen seperti Google, Microsoft, dan instansi pemerintah. Klien-kliennya juga membayar biaya ekstra untuk foto-foto baru dari lokasi spesifik. Perusahaan-perusahaan ini tampak impresif, tapi sebenarnya tidak beroperasi dengan kecepatan seperti internet. Kebanyakan foto satelit di Google Maps dan Google Earth berusia antara 1–3 tahun.
Langkah berikutnya cenderung seperti Google Earth: sebuah mesin pencarian sehingga orang-orang dapat menemukan foto satelit yang diambil secara real-time atau nyaris real-time. Foto-foto itu diharapkan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Ada berapa banyak kapal di Pelabuhan Houston hari ini?” atau “Berapa banyak jagung yang saat ini ditanam di Iowa?” Konsep seperti ini akan menghadirkan nilai tambah nyata bagi perusahaan eksplorasi minyak, pedagang harian, serta instansi lainnya yang memiliki peralatan untuk menganalisis datanya.

Dapatkan edisi terbaru Majalah Bloomberg Businessweek Indonesia hanya di SCOOP.

BAYU TRADE CENTER FOR BLOOMBERG TELEVISION INDONESIA
Unknown11.14 0 komentar


Bloomber  TV INDONESIA MEMPERKAYA ANDA DENGAN ILMU BISNIS .

2014/10/15

MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
Unknown07.48 0 komentar

Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah diambang pintu. Kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi AEC 2015 masih sangat kurang. Jika masih seperti ini maka bisa sangat mungkin Indonesia akan menjadi tamu di rumah sendiri. Mengingat negara-negara tetangga sesama ASEAN seperti Thailand dan Singapura yang sudah siap dalam menyambut MEA 2015.



Pembentukan MEA dilandaskan pada 4 pilar. Pertama, Single market and production base yaitu menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua, High competitiveness yaitu menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif. Ketiga, Equitable growth yaitu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, dan pilar keempat Economic integration to the global economy atau integrasi ke ekonomi global. (referensi http://www.the-marketeers.com/archives/4-pilar-asean-economic-community-2015.html)


Dari total populasi ASEAN sebanyak 600 juta, penduduk Indonesia mencapai 250 juta. Itu artinya lebih dari 41 % penduduk ASEAN dihuni oleh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan potensi pasar yang besar. Namun, apabila kita tidak siap, dengan kondisi pasar terbuka nanti, Indonesia bukannya meraih untung, tetapi malah bisa buntung. Hal ini bukan tidak tidak mungkin, meengingat pengalaman sebelumnya ketika diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan China atau ACFTA. Bukannya mampu menggenjot ekspor, saat itu Indonesia justru kebanjiran produk-produk impor dari China.

Oleh karena itu, perlunya kinerja pemerintah mengenai kesiapan dan sosialisasi MEA ini. Masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam melakukan sosialisasi, baik kalangan pegawai pemerintah hingga akademisi. Mengingat MEA sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2015 nanti. Selain itu perlu dibangun mindset bahwa ASEAN adalah pasar Indonesia dan kita adalah pemain, bukan pecundang.



oleh : Bayu Alfianur ( Blogger Asean Community )